Jumat, 11 Agustus 2017

Kisah Orientasi Akademik Mahasiswa STT NF

Written by  Kuati Septiani




Sebuah kisah dimulai ketika pagi hari, kala matahari baru sepenggalah naik, seorang remaja perempuan, yang baru selesai menamatkan pendidikan di bangku sekolah menengah atas, mengikuti kegiatan orientasi akademik atau disingkat ormik, di salah satu kampus swasta yang bernuansa islam, STT Terpadu Nurul Fikri tepatnya.

Wajah baru yang sebelumnya tidak pernah ia temui, kini membaur menjadi satu, untuk bersama membangun kekompakkan dalam satu tim bernama kelompok merah maroon.
Tugas hari pertama selesai ia lalui, dengan memakai pakaian berwarna putih serta rok hitam dengan berbalut jilbab berwarna hitam pula, tidak lupa memakai nametag juga atribut kelompok. Sepatu hitam tak lupa ia kenakan bak tentara hendak berjuang ke medan perang. Semangat yang menggelora nampak pada syair lagu yang ia nyanyikan bersama rekan seperjuangannya itu, walaupun ada perasaan was-was karena belum sempat menghafal baris dari setiap bait lirik lagunya.

 Syarat bawaan pribadi yang harus dibawanya hari itupun tidak mudah ia dapatkan. Ketika waktu menunjukkan pukul 7 malam, ia belum juga menemukan pocong hijau yang seharusnya sudah memenuhi tempat bekal makan siang untuk keesokan harinya. Namun, Allah memudahkan jalannya, Sang Maha Kuasa mengulurkan bantuan-Nya melalui seorang malaikat di dunia, bernama teman. Yaa, temannya itu yang membelikannya sebuah lontong dengan ukuran yang tidak terlalu besar di area Pasar Minggu. Dan alhasil, tidak ada hukuman yang ia terima, karena semua barang bawaan pribadi maupun kelompok dengan rapi telah ia susun di tas merah yang digendongnya.

 Tiba hari terakhir masa orientasi akademik, ia berpenampilan layaknya seorang eksekutif muda yang memperlihatkan kepiawaiannya dalam berkarya. Dengan perasaan senang, ia mengenakan atribut berupa pin yang berlabel "ORMIK". Sekotak hadiah yang terbungkus rapi di dalam kertas kado, digenggamnya dan kemudian ia berikan kepada salah satu panitia ormik. Bukan untuk memperingati hari kelahiran seseorang, melainkan untuk bertukar kado dengan seluruh peserta ormik di ruang yang terbatas dinding itu.

Sebelum adzan maghrib berkumandang, kedua mata dari peserta ormik ditutup dengan menggunakan slayer, kemudian diberi arahan satu persatu untuk berjalan mengambil satu dari gundukan kado yang menggunung di sudut tengah ruangan.

Tiba gilirannya untuk berjalan menyusuri kegelapan, menyeberangi celah dari barisan peserta ormik lainnya. Hingga saat semakin dekat dengan gundukan kado, ia tak sengaja menabrak titik yang mengisi barisan itu, dimana seharusnya mampu ia lewati tanpa harus menyentuhnya. Namun, hal itu tak membuatnya berhenti melangkah, ia terus berjalan dalam kegelapan dengan mengikui arahan dari salah satu panitia ormik.

 Tak butuh waktu lama, ia pun berada tepat diantara kado-kado yang sebenarnya terpampang secara nyata, namun karena tak terlihat, sehingga memaksanya untuk terus berjuang mengambil salah satu diantaranya. Tidak hanya dengan sekali sentuh, ia terus meraba-raba, hingga tangannya menggapai sebuah kado, yang menurutnya, Allah telah menggariskan bahwa dirinyalah yang beruntung mendapatkan kado yang saat ini didekapnya. Kemudian kembali ke titik dimana ia berada diantara barisan itu.

 Detik-detik waktu menuju pembukaan kado semakin dekat saja. Riuh, terdengar dari setiap sudut hingga melebar ke tengah ruangan yang pecah mengiringi munculnya sebuah titik terang, Yaa.. itulah secercah cahaya yang mulai menampakkan kilaunya saat pelupuk matanya secara perlahan naik, bak matahari terbit dari ufuk timur. Ditandai dengan lengkingan suara panitia ormik, yang terdengar begitu kompak, berseru "Tiga, dua, satuuu!", mengisyaratkan bahwa kado yang dipegang oleh masing-masing peserta ormik boleh segera dibuka.

Ia bergegas membuka kado yang terbungkus oleh beberapa lapis kertas, yang mana menghalangi pandangannya terhadap benda yang kini menjadi miliknya itu. Ekspresinya menggambarkan kebingungan seketika ia berhasil membuka selebaran kertas yang membungkus kadonya itu. Bukan hanya dia, bahkan peserta ormik lainnya pun terheran-heran melihat apa yang ia dapatkan. Salah satu kakak panitia ormik yang melihat benda itu, kemudian memecah suasana, dengan melepaskan tawanya berlalu lalang diantara orang-orang yang berada di ruangan. Ia mendapat kado sepatu hitam, dengan jahitannya yang terlihat kokoh, berukuran 42. Agak sedikit lucu memang, karena ukuruan sepatu yang biasa ia kenakan hanya sebesar 37. Ia tak mempermasalahkan hal itu, justru menanggapinya dengan mengernyitkan bibir ke samping atas kanan kirinya, pertanda bahwa ia menerima dan mensyukuri apapun yang ia dapatkan itu.

Dalam hatinya, terbersit ribuan kata yang sempat terangkai menjadi beberapa bait paragraf, bahwa dari kejadian selama masa orientasi akademik itu, ia dapat mengambil pelajaran dari setiap hal yang ia lalui. Melihat perjuangannya dari hari pertama yang tak mudah ia lalui, sampai pada hari terakhir orientasi akademik, yang mana pada hari itu ia mendapatkan sebuah kado, sebagai pengganti atas kesungguhan dan kerja kerasnya mentaati seluruh aturan selama masa orientasi akademik berlangsung, hingga berusaha tepat waktu berpacu dengan terbitnya matahari sampai sekembalinya ke peradabannya di ufuk barat.

Sepatu hitam yang ia peroleh dari hasil tukar kado, ia memaknainya sebagai kesiapan yang diberikan oleh Allah, untuk menapaki hari-hari selama ia belajar di kampus STT Nurul Fikri ini. Warna hitam dan jaitannya yang kokoh itu, mengingatkannya bahwa ia tak boleh menyerah ketika dihadapkan pada kesulitan, seperti halnya saat ia menabrak salah seorang peserta ormik saat hendak mengambil kado, ia tak serta merta berhenti, melainkan terus berjalan hingga menggapai apa yang menjadi tujuannya itu, dengan tekad yang kuat tentunya.

 Dilihat dari ukuran sepatu, yang akan terlihat kedodoran saat ia memakainya, menandakan bahwa Allah ingin ia lebih bersabar dan melapangkan hatinya, saat setiap kali ia bertemu dengan aral ketika menggapai cita-cita di kampus tercinta ini.

Ia mendapat kado berupa sepatu, pun bukan berarti ia hanya mendapatkan sebelahnya saja, melainkan sepasang kanan dan kiri. Pun, meski memiliki manfaat yang sama, namun sepasang sepatu itu tak bisa digunakan untuk berjalan beriringan setiap waktu. Itu artinya bahwa ia tak sendirian, ada orang lain yang memiliki tujuan sama dengan kesibukan yang berbeda. Mereka tak bisa saling menunggu untuk menjadikan tujuan itu menjadi nyata, melainkan dengan saling mengingatkan, menguatkan, dan saling membantu dalam kesulitan, serta bersama-sama meninggalkan jejak kemalasan. Mereka adalah teman seperjuangan.

Tali sepatu yang memenuhi celah lubang diatas punggung sepatu, yang mana kemudian melilitkan tubuhnya untuk menjaga agar tetap kokoh dan tidak mudah lepas saat digunakan, Remaja perempuan itupun mengambil pelajaran daripadanya, yakni terhadap Sang Pencipta, yang kemanapun langkahnya pergi, niat karena Allah lah yang harus menjadi akhir dari setiap tujuannya, dan kemudian dengan erat menggenggam-Nya di dalam hati.

Mulai hari itu, ia pun bertekad untuk menyelesaikan setiap semester yang ia lalui dengan sungguh-sungguh. Berbekal dari pengalaman yang ia dapatkan hari itu, ia menjalaninya dengan harapan dapat mewujudkan cita-citanya, yakni menjadi manusia yang bermanfaat untuk sesama dengan mengamalkan ilmu yang ia peroleh dari kesehariannya belajar di Kampus STT NF ini.



Source http://unf.ac.id/index.php/pojok-mahasiswa/item/1375-kisah-orientasi-akademik-mahasiswa-stt-nf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar