Rabu, 15 Agustus 2018

Perjalanan Speaker : Sejak Berukuran Sebesar Lemari Hingga Menjadi Speaker Pintar

Written by  Kuati Septian


Speaker yang kita lihat saat ini merupakan buah dari inovasi yang dilakukan oleh penemu-penemu terdahulu. Perangkat elektronik ini banyak digandrungi oleh orang-orang karena banyak manfaat yang ada padanya. Speaker menjadi pelengkap perangkat elektronik seperti smartphone, televisi, PC, laptop, dan perangkat lain yang mendukung keluaran berupa audio. Lalu taukah kita bagaimana sejarah perjalanan speaker hingga saat ini?

Dikutip dari halaman Audio Engineering Society, yang mana mencatat, Ernst W Siemens, merupakan pelopor sistem audio yang berasal dari gulungan kawat dengan medan magnet yang didukung oleh gerakan secara aksial. Siemens kemudian mengajukan paten atas teknologi tersebut. Kemudian pada tahun 1874, dilakukan hak paten untuk yang pertama kalinya terhadap speaker tanduk berbentuk terompet, yang mana banyak digunakan pada fonograp di era akustik ketika itu.

Sementara speaker yang beredar saat ini, kebanyakan memiliki diaphgram, yakni sebuah benda berbentuk kerucut yang memiliki magnet serta membran suspensi fleksibel di bagian atasnya. Suspensi bergerak seiring dengan kerasnya volume suara yang dikeluarkan. Alat ini bergerak secara aksial melalui system magnetis yang berbentuk lingkaran. Sistem tersebut merupakan perbaikan yang dilakukan oleh Albert L. Thuras, yang kemudian mulai diperkenalkan pada tahun 1930 untuk mendapatkan hak cipta. Speaker garapannya itu, dahulu tidak memilki bentuk sesederhana seperti sekarang ini. Dibandingkan dengan speaker modern, saat itu speaker berukuran jauh lebih besar, sehingga lebih mirip seperti sebuah lemari.

Barulah pada tahun 1996, verity group di Inggris Raya mendirikan New Transducers Ltd, yang dikenal sebgai NXT, dengan fungsi untuk membuat speaker berukuran lebih kecil. Lalu pada tahun 1998, Benwin mulai memasarkan speaker dengan panel DML datar yang sekarang ini kebanyakan orang menggunakan teknologi ini.

Karena semakin berkembangnya teknologi, speaker kini tidak hanya berfungsi sebatas untuk mendengarkan musik. Dengan adanya kecerdasan buatan, teknologi ini mampu menjadi asisten pribadi pada sebuah rumah, sehingga dinamakan speaker pintar.



Kita mungkin tidak asing lagi dengan istilah chat bot semacam Google Assistant dan Amazon Alexa, dimana teknologi ini mampu melakukan perintah melalui suara. Dua kecerdasan buatan tersebut kini hadir dalam perangkat speaker pintar. Yaitu Google Assistant dari Google Home, sedangkan Amazon Alexa ada di Amazon Echo.

Selain dapat mengendalikan asisten digital, speaker pintar pada sebuah produk yang diperkenalkan pada ajang CES 2017, memiliki fitur yang tak biasa. Speaker pintar bernama Onkyo VC-FLX1 memiliki kamera pengintai yang bisa digunakan untuk mengamankan rumah. Selain fitur kamera, Onkyo juga memiliki fitur sensor suhu yang berfungsi untuk memberi informasi mengenai suhu serta kelembapan.

Biasanya ketiga fitur tersebut digunakan untuk perangkat keamanan rumah yang dijual secara terpisah. Sehingga, selain bisa mendengarkan musik via sambungan wifi, pengguna juga bisa mendapatkan keamanan dari speaker tersebut.

Sumber : http://www.nurulfikri.ac.id/index.php/artikel/item/1439-perjalanan-speaker-sejak-berukuran-sebesar-lemari-hingga-menjadi-speaker-pintar

Kamis, 02 Agustus 2018

Sensor Super Tipis untuk Memantau Suhu saat Pendistribusian Daging dan Ikan

Written by  Kuati Septiani



Masalah yang sering dirasakan oleh distributor daging dan ikan adalah rentannya terhadap pembusukan saat proses pengiriman. Saat pengiriman ke luar daerah, para distributor sering kali membekukan daging atau ikannya pada suhu tertentu untuk menjaga produknya tetap segar. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi kemungkinan buruk, yaitu kerugian yang disebabkan dari produk yang tidak terjual.
Peneliti dari Swiss terdorong untuk melakukan sebuah riset berbentuk sensor, serta mengembangkan sensor tersebut untuk memastikan suhu dingin saat proses pengiriman daging dan ikan.
Dilaporkan dari Ubergizmo, bahwa para peneliti tersebut berhasil membuat sensor super tipis untuk memantau suhu makanan. Daging dan ikan yang ditanami sensor tersebut diketahui aman apabila dikonsumsi oleh manusia. Meskipun sensor tersebut tertelan dan masuk kedalam lambung tidak akan berpengaruh terhadap pencernaan serta tidak menimbulkan gejala buruk pada tubuh.
Sensor pemantau suhu yang super tipis itu diketahui memiliki ukuran 16 mikrometer, dimana jauh lebih tipis jika dibandingkan dengan sehelai rambut manusia. Sementara bahan yang digunakan untuk membuat sensor tersebut, yaitu polimer yang dibuat dengan tepung jagung dan kentang serta bahan-bahan campuran lainnya, seperti magnesium, nitride dan silikon dioksida. Bahan-bahan tersebut dilarutkan ke dalam air, untuk kemudian dilakukan proses-proses selanjutnya.

Giovanni Salvatore, pemimpin tim penelitian tersebut berkata “Dalam persiapan untuk transportasi ke Eropa, ikan dari Jepang bisa dilengkapi dengan sensor suhu kecil, dimana memungkinkan mereka untuk dapat terus terpantau guna memastikan ikan-ikan telah tersimpan pada suhu yang cukup dingin”. Sensor ini akan bekerja jika kita dihubungkan dengan kabel listrik, kabel tersebut sebagai media penghubung sensor pada baterai berukuran mikro, mikroprosesor dan pemancar.

Jadi, untuk saat ini para peneliti masih terus mencari cara, agar sensor bisa memperoleh daya dan tranmisi data secara Wireless. Disisi lain, sensor ini belum bisa digunakan secara publik dalam waktu dekat, dikarenakan biaya yang diperlukan cukup mahal.

-Semoga Bermanfaat-