Seberapa canggihnya smartphone yang anda miliki, perangkat itu
tidak akan berfungsi apabila tidak ada sumber daya didalamnya, yakni
sebuah baterai. Pengisian baterai ini dibutuhkan aliran listrik yang
membutuhkan transmisi berupa kabel. Namun, berkat perkembangan teknologi
saat ini, muncul teknologi wireless charging, yaitu sebuah teknologi
pengisian daya tanpa kabel.
Perkembangan teknologi wireless charging ini bertepatan dengan
kelahiran baterai sodium yang marak digunakan pada saat ini. Baterai
sodium ini ditemukan sebagai pengganti baterai lithium-ion, dimana
baterai lithium-ion memiliki kelemahan bagi vendor smartphone saat ini,
yakni tidak mampu menghasilkan kapasitas penyimpanan yang besar.
Nah, permasalahan tersebut akhirnya berhasil dipecahkan oleh National Institute of Standards and Technology dari Amerika, dengan karyanya yang tidak sederhana, yaitu membuat baterai baru dengan bahan utama sodium, bukan lagi lithium. Mereka mengklaim bahwa baterai hasil ciptaannya itu dapat menghasilkan energy yang lebih besar dan kuat, serta tetap stabil saat digunakan. Tidak hanya itu, baterai sodium juga memiliki keunggulan lain, seperti misalnya, harga yang terjangkau karena proses pembuatannya lebih sederhana.
Hampir seluruh gadget premium yang baru, saat ini dibekali dengan fitur wireless charging, apalagi dengan dikombinasikannya baterai sodium dan wireless charging, maka dapat berpeluang besar untuk bisa menguasai pasaran. Bahkan, di Indonesia sendiri, teknologi wireless sudah cukup dikenal. Dan sebetulnya, teknologi pengisian daya nirkabel ini juga bukanlah hal yang baru. Ilmuwan Amerika Serikat, Nikola Tesla, pada tahun 1891 telah menjadi orang pertama yang mencoba teknologi transmisi energy nirkabel ini. Saat itu, dia menyalakan lampu listrik tanpa kabel.
Adapun cara kerja dari teknologi wireless charging adalah sebagai berikut, disebut juga pengisian induksi dengan memanfaatkan medan elektromagnetik untuk memindahkan energy diantara dua perangkat. Smartphone yang ingin di charge,kemudian diletakan di dekat alat pengsi daya nirkabel. Saat alat itu dinyalakan, arus listrik menciptakan medan magnet dan menyalurkannya ke kumparan perangkat di dekatnya. Kumparan yang terhubung dengan baterai itu kemudian menciptakan arus listrik. Pengisian daya pun dimulai dan akan terhenti ketika perangkat itu dijauhkan. Namun, lantaran membutuhkan kumparan khusus, tidak semua alat elektronik kompatibel dengan teknologi ini.
Anda perlu tahu bahwa untuk saat ini, ada tiga patokan standar wireless charging, yaitu Qi standar, Power Matters Alliance (PMA), dan Aliance for Wireless Power (A4WP). Standar tersebut diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang dapat menyokong pertumbuhan produk-produk berbasis wireless charging.
Beberapa produk smartphone sudah memanfaatkannya untuk mengurangi pemakaian kabel sehingga lebih praktis, contohnya adalah Samsung Galaxy Note 5, piranti yang sudah kompatibel dengan pengisi daya nirkabel jenis standar Qi dan PMA.
Sumber : http://www.nurulfikri.ac.id/index.php/artikel/item/1302-baterai-wireless
Kunjungi juga http://www.nurulfikri.ac.id
Nah, permasalahan tersebut akhirnya berhasil dipecahkan oleh National Institute of Standards and Technology dari Amerika, dengan karyanya yang tidak sederhana, yaitu membuat baterai baru dengan bahan utama sodium, bukan lagi lithium. Mereka mengklaim bahwa baterai hasil ciptaannya itu dapat menghasilkan energy yang lebih besar dan kuat, serta tetap stabil saat digunakan. Tidak hanya itu, baterai sodium juga memiliki keunggulan lain, seperti misalnya, harga yang terjangkau karena proses pembuatannya lebih sederhana.
Hampir seluruh gadget premium yang baru, saat ini dibekali dengan fitur wireless charging, apalagi dengan dikombinasikannya baterai sodium dan wireless charging, maka dapat berpeluang besar untuk bisa menguasai pasaran. Bahkan, di Indonesia sendiri, teknologi wireless sudah cukup dikenal. Dan sebetulnya, teknologi pengisian daya nirkabel ini juga bukanlah hal yang baru. Ilmuwan Amerika Serikat, Nikola Tesla, pada tahun 1891 telah menjadi orang pertama yang mencoba teknologi transmisi energy nirkabel ini. Saat itu, dia menyalakan lampu listrik tanpa kabel.
Adapun cara kerja dari teknologi wireless charging adalah sebagai berikut, disebut juga pengisian induksi dengan memanfaatkan medan elektromagnetik untuk memindahkan energy diantara dua perangkat. Smartphone yang ingin di charge,kemudian diletakan di dekat alat pengsi daya nirkabel. Saat alat itu dinyalakan, arus listrik menciptakan medan magnet dan menyalurkannya ke kumparan perangkat di dekatnya. Kumparan yang terhubung dengan baterai itu kemudian menciptakan arus listrik. Pengisian daya pun dimulai dan akan terhenti ketika perangkat itu dijauhkan. Namun, lantaran membutuhkan kumparan khusus, tidak semua alat elektronik kompatibel dengan teknologi ini.
Anda perlu tahu bahwa untuk saat ini, ada tiga patokan standar wireless charging, yaitu Qi standar, Power Matters Alliance (PMA), dan Aliance for Wireless Power (A4WP). Standar tersebut diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang dapat menyokong pertumbuhan produk-produk berbasis wireless charging.
Beberapa produk smartphone sudah memanfaatkannya untuk mengurangi pemakaian kabel sehingga lebih praktis, contohnya adalah Samsung Galaxy Note 5, piranti yang sudah kompatibel dengan pengisi daya nirkabel jenis standar Qi dan PMA.
Sumber : http://www.nurulfikri.ac.id/index.php/artikel/item/1302-baterai-wireless
Kunjungi juga http://www.nurulfikri.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar