Senin, 13 Maret 2017

Kecerdasan Buatan (AI)

Written by  Kuati Septiani


Bagi sebagian orang mungkin pernah mendengar istilah tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang belum mengetahui mengenai hal ini. Nah, untuk itu saya akan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar AI (Artificial Intelegence) yang mungkin muncul dalam benak anda.

Kecerdasan buatan atau dalam Bahasa inggris berarti Artificial Intelegence, yang kemudian disingkat AI, merupakan kawasan penelitian, aplikasi, dan instruksi yang terkait dengan pemrograman komputer untuk dapat melakukan sesuatu hal yang dalam pandangan manusia adalah cerdas.
Dengan diciptakannya AI ini, komputer diharapkan dapat diberdayakan untuk mengerjakan sesuatu yang bisa dikerjakan oleh manusia.

Hal ini tentu saja bertolak belakang dari fungsi awal diciptakannya komputer, yang mana awalnya komputer diciptakan hanya sebatas untuk alat hitung saja.
Namun seiring perkembangan zaman, para ilmuwan menciptakan penemuan-penemuan baru yang semakin mendominasi kehidupan manusia, seperti yang terlihat saat ini.

Tetapi kita tidak perlu khawatir AI akan mengambil alih dunia, sebab sampai saat ini hal paling pintar yang bisa mereka lakukan adalah hanya sebatas menganalisa kebiasaan dan bahasa dari penciptanya, yaitu manusia.

Namun demikian, Microsoft sudah semakin dekat dengan penciptaan AI yang memiliki kemampuan seperti otak manusia.
Anda bisa membayangkan, saat AI mulai bisa berpikir seperti manusia, kemungkinan akan ada banyak potensi yang bisa mereka lakukan, seperti misalnya menerjemahkan berbagai bahasa di dunia hanya melalui suara yang kita ucapkan.

Selain Microsoft, google juga sudah terjun dalam proyek AI super, yakni lewat salah satu insinyurnya, Demis Hassabis. Dalam hal ini, beliau sedang berusaha membuat AI yang diharapkan dapat meniru cara kerja sel syaraf pada manusia.
Wow! Ini menarik dan sangat keren untuk diteliti lebih dalam mengenai potensi-potensi lain yang dapat dilakukan komputer dengan adanya AI.

Sumber : http://www.nurulfikri.ac.id/index.php/artikel/item/1303-kecerdasan-buatan-ai 
Kunjungi juga http://http://www.nurulfikri.ac.id

Baterai “Wireless”

Written by  Kuati Septiani


Seberapa canggihnya smartphone yang anda miliki, perangkat itu tidak akan berfungsi apabila tidak ada sumber daya didalamnya, yakni sebuah baterai. Pengisian baterai ini dibutuhkan aliran listrik yang membutuhkan transmisi berupa kabel. Namun, berkat perkembangan teknologi saat ini, muncul teknologi wireless charging, yaitu sebuah teknologi pengisian daya tanpa kabel.
 Perkembangan teknologi wireless charging ini bertepatan dengan kelahiran baterai sodium yang marak digunakan pada saat ini. Baterai sodium ini ditemukan sebagai pengganti baterai lithium-ion, dimana baterai lithium-ion memiliki kelemahan bagi vendor smartphone saat ini, yakni tidak mampu menghasilkan kapasitas penyimpanan yang besar.

Nah, permasalahan tersebut akhirnya berhasil dipecahkan oleh National Institute of Standards and Technology dari Amerika, dengan karyanya yang tidak sederhana, yaitu membuat baterai baru dengan bahan utama sodium, bukan lagi lithium. Mereka mengklaim bahwa baterai hasil ciptaannya itu dapat menghasilkan energy yang lebih besar dan kuat, serta tetap stabil saat digunakan. Tidak hanya itu, baterai sodium juga memiliki keunggulan lain, seperti misalnya, harga yang terjangkau karena proses pembuatannya lebih sederhana.

Hampir seluruh gadget premium yang baru, saat ini dibekali dengan fitur wireless charging, apalagi dengan dikombinasikannya baterai sodium dan wireless charging, maka dapat berpeluang besar untuk bisa menguasai pasaran. Bahkan, di Indonesia sendiri, teknologi wireless sudah cukup dikenal. Dan sebetulnya, teknologi pengisian daya nirkabel ini juga bukanlah hal yang baru. Ilmuwan Amerika Serikat, Nikola Tesla, pada tahun 1891 telah menjadi orang pertama yang mencoba teknologi transmisi energy nirkabel ini. Saat itu, dia menyalakan lampu listrik tanpa kabel.

Adapun cara kerja dari teknologi wireless charging adalah sebagai berikut, disebut juga pengisian induksi dengan memanfaatkan medan elektromagnetik untuk memindahkan energy diantara dua perangkat. Smartphone yang ingin di charge,kemudian diletakan di dekat alat pengsi daya nirkabel. Saat alat itu dinyalakan, arus listrik menciptakan medan magnet dan menyalurkannya ke kumparan perangkat di dekatnya. Kumparan yang terhubung dengan baterai itu kemudian menciptakan arus listrik. Pengisian daya pun dimulai dan akan terhenti ketika perangkat itu dijauhkan. Namun, lantaran membutuhkan kumparan khusus, tidak semua alat elektronik kompatibel dengan teknologi ini.

Anda perlu tahu bahwa untuk saat ini, ada tiga patokan standar wireless charging, yaitu Qi standar, Power Matters Alliance (PMA), dan Aliance for Wireless Power (A4WP). Standar tersebut diharapkan mampu menciptakan ekosistem yang dapat menyokong pertumbuhan produk-produk berbasis wireless charging.

Beberapa produk smartphone sudah memanfaatkannya untuk mengurangi pemakaian kabel sehingga lebih praktis, contohnya adalah Samsung Galaxy Note 5, piranti yang sudah kompatibel dengan pengisi daya nirkabel jenis standar Qi dan PMA.

Sumber : http://www.nurulfikri.ac.id/index.php/artikel/item/1302-baterai-wireless
Kunjungi juga http://www.nurulfikri.ac.id